ppid@dkpp.go.id 1500101

IDA BUDHIATI: PENEGAKAN HUKUM PEMILU DI INDONESIA DIDUKUNG OLEH KODE ETIK

Jakarta, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Dr. Ida Budhiati memandang bahwa rancangan penyelenggaraan pemilu di Indonesia tak hanya ditekankan pada aspek demokratisnya saja. Pemilu di Indonesia, kata Ida, juga didesain untuk berintegritas.

Demikian disampaikannya saat menjadi pembicara webinar yang diadakan oleh Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) PDI Perjuangan pada Rabu (9/9/2020).

Menurut Ida, dengan adanya Bawaslu dengan segala kewenangannya, dapat dipastikan bahwa setiap pelanggaran dalam penyelenggaraan pesta demokrasi dapat ditegakkan hukumnya.

Namun, hal ternyata hal itu dirasa belum cukup oleh para pembuat undang-undang. Ida menambahkan, dalam perkembangannya, penegakan hukum pemilu dipandang perlu didukung dengan penegakan kode etik penyeleggara pemilu sehingga lahirlah DKPP pada 12 Juni 2012 silam.

“Pembuat undang-undang memandang bahwa penegakan hukum pemilu perlu disokong oleh penegakan kode etik,” kata Ida.

Anggota KPU RI periode 2012-2017 ini pun menganalogikan pemilu sebagai sebuah pertandingan olahraga yang diisi oleh para pemain dan wasit sebagai pemimpin pertandingan. Para pemain dalam pertandingan ini tak lain adalah para peserta atau kontestan dari pemilu itu sendiri.

Sedangkan wasit diibaratkan sebagai penyelenggara pemilu yang antara lain diisi oleh jajaran KPU dan Bawaslu.

Pembentukan DKPP, terang Ida, adalah untuk menjaga kenetralan dan kemandirian wasit sehingga tidak berpihak atau berat sebelah dalam kontestasi pemilu.

“Pembentuk undang-undang ini ingin para wasit ini terjaga kemandirian dan aspek profesionalitasnya,” ujar Ida.

Desain kepemiluan di Indonesia dengan adanya KPU, Bawaslu, dan DKPP pun disebut Ida dirancang memang untuk menciptakan check and balance.

Dalam webinar ini, Ida juga mengungkapkan bahwa selama periode 2012-2020, jumlah aduan yang diterima DKPP mencapai 3.891. Namun, hanya 1.661 aduan yang berganti status menjadi perkara yang diperiksa dalam sidang DKPP.

“Hanya 42,86 persen saja yang disidangkan DKPP. Sisanya tidak lolos verifikasi,” terangnya.

Ia melanjutkan, dari 1.661 perkara yang disidangkan DKPP, ternyata mayoritas dinyatakan tak terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu oleh DKPP.

Perbandingannya, 51,3 persen penyelenggara pemilu mendapatkan rehabilitasi, 44,7 penyelenggara pemilu diberi sanksi, dan 4 persen ketetapan.

Menurut Ida, hal ini merupakan kabar gembira karena mayoritas penyelenggara pemilu yang diperiksa DKPP ternyata tidak terbukti melanggar kode etik.

“Jadi lembaga pemilu di Indonesia masih terpercaya dan terjaga kemandiriannya,” pungkas Ida. [Humas DKPP]