Jakarta, DKPP - Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Teguh Prasetyo menjadi narasumber dalam Rapat Kerja Terbatas (Rakertas) yang diadakan oleh Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), Selasa (9/2/2021).
Teguh mengikuti Rakertas tentang “Antisipasi Yang Komprehensif dalam Menghadapi Potensi Menguatnya Polarisasi Politik pada Kurun Waktu 2022-2024 (Pilkada dan Pemilu Nasional)” secara virtual.
Dalam kesempatan ini, Teguh memaparkan tentang teori yang ia kembangkan dan tertuang dalam sejumlah , yaitu teori Keadilan Bermartabat. Menurutnya, teori ini merupakan teori yang digali dan berdasar pada nilai-nilai Pancasila yang merupakan nilai-nilai bangsa Indonesia.
“Dalam teori keadilan Bermartabat, Pancasila jadi sumber falsafah, dan sebagai sistem filsafat yang secara koheren tidak dapat terpisahkan satu sama lain,” ungkapnya.
Dalam konteks kepemiluan, lanjut Teguh, teori ini diadopsi dalam konsep Pemilu Bermartabat. Ia menjelaskan, konsep ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan kemanusiaan dalam pelaksanaan pemilu maupun pilkada.
“Konteks Pemilu Bermartabat adalah pemilu yang menjunjung tinggi pancasila, menjunjung tinggi kemanusiaan,” imbuh Teguh.
Teguh berpendapat, nilai-nilai dalam Pancasila merupakan jati diri bangsa Indonesia sehingga memang harus menjadi pijakan atau fondasi dalam segala kegiatan di tanah air, termasuk Pemilu.
Menurutnya, pelaksanaan pemilu Indonesia yang menganut one man one vote, sejatinya sangat kental dengan nuansa liberal. Hal ini juga berpotensi menjadi lebih buruk karena dapat disertai dengan nuansa kapitalistik di dalamnya.
Jika hal ini dibiarkan, kata Teguh, pemilu yang bernuansa kapital dan liberal dapat menggoyang nilai-nilai Pancasila. Padahal, ujarnya, Pancasila merupakan nilai pemersatu bangsa Indonesia yang sangat majemuk ini.
“Bahwa dalam kontestasi ini kita harus punya pijakan, supaya NKRI ini tetap utuh dengan nilai bangsa kita sendiri, yaitu nilai pancasila,” ucap Teguh.
“Boleh berkontestasi tapi harus menghargai sesamanya. Sehingga polarisasi yang kita khawatirkan bisa berkurang dgn pikiran yang telah ada di negara Indonesia sendiri, yaitu Pancasila,” tandasnya. [Humas DKPP]